Contoh Riba Dalam Kehidupan Sehari-hari

Contoh Riba Dalam Kehidupan Sehari-hari

Telah jelas bahwa Allah melarang Riba dan menghalalkan jual beli. Pada artikel ini kami akan menampilkan beberapa contoh riba dalam kehidupan sehari-hari.

Riba Adalah

Riba adalah praktik ekonomi yang melibatkan pengambilan atau pemberian bunga atau keuntungan pada suatu transaksi keuangan yang dianggap melanggar prinsip-prinsip keadilan dan moralitas.

Secara etimologi, riba berasal dari bahasa Arab yang berarti kelebihan atau tambahan. Dalam Islam, riba dianggap sebagai dosa besar karena dianggap sebagai bentuk penindasan dan eksploitasi terhadap orang yang meminjam uang.

Oleh karena itu, praktik riba dilarang dalam agama Islam dan dianggap melanggar hukum syariah. Istilah riba juga merujuk pada nilai tambahan atau pembayaran utang yang melebihi jumlah piutang dan telah ditentukan sebelumnya oleh salah satu pihak.

Seperti yang telah dijelaskan pada artikel kami sebelumnya tentang pengertian riba, bahwa Riba dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

#1 Riba Dayn/ Riba dalam Hutang Piutang.

Riba Dayn artinya riba dalam urusan hutang piutang.

Dasarnya adalah “setiap hutang piutang yang mendatangkan manfaat bagi yang menghutangi, maka itu adalah riba.”

#2 Riba Buyu’ / Riba Dalam Jual Beli.

Riba Buyu adalah riba yang berhubungan dengan Jual Beli.

Penjelasan secara detil tentang kedua jenis riba ini telah disampaikan pada artikel pengertian riba.

Pada artikel ini akan disampaikan jenis-jenis Riba pada kehidupan sehari-hari masyarakat.

Contoh Riba

Contoh Riba Dalam Kehidupan

Berikut ini kami sampaikan beberapa contoh Riba yang banyak terjadi di masyarakat muslim saat ini. Masih banyaknya praktek ribawi karena kurangnya pemahaman tentang pengertian riba secara benar. Artikel ini insya Allah akan kami update sesuai perkembangan transaksi yang terjadi di masyarakat.

1. Contoh Riba Dayn ( dalam Hutang Piutang )

#1.1 Bunga Bank

Bunga merupakan terjemahan dari kata “interest” yang berarti tanggungan pinjaman uang atau persentase dari uang yang dipinjamkan.

Bunga bank juga dapat didefinisikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank dengan prinsip konvensional kepada nasabah yang melakukan transaksi simpan atau pinjam kepada bank. Ada berbagai macam jenis bunga bank, misalnya bunga deposito, bunga tabungan, giro, dan lain-lain.

Mayoritas ulama menetapkan bahwa bunga bank hukumnya  adalah haram artinya dilarang Allah SWT, atas dasar dari  Al Quran, Al Hadist, serta hasil penafsiran dari fuqaha’ (ulama yang ahli dalam bidang fiqh).

 

#1.2 Pegadaian

Gadai dalam bahasa Arab disebut dengan ar rahn, arti secara bahasa adalah ats tsubut wad dawaam, yang bermakna tetap dan langgeng. Rahn juga secara bahasa bisa bermakna al habs (tertahan).

Sedangkan menurut istilah syar’i yang akan kita uraikan saat ini, ar rahn bermakna menjadi harta sebagai jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan sebagian atau seharga harta tersebut ketika gagal melunasi utang tadi.

Secara syariat gadai dibolehkan dalam keadaan normal. Tetapi yang terjadi saat ini banyak mengalami modifikasi serta modernisasi yang akhirnya menjadi praktik ribawi. Hal ini terjadi karena pihak pegadaian ( yang menerima gadai baik badan atau pribadi ) akan memanfaatkan barang gadai dan mengambil keuntungan atas barang gadai tersebut.

Imam Syafi’i pernah meriwayatkan perihal pemanfaatan barang gadai sebagai berikut. “Barang gadai tidak dapat hangus. Gadai adalah milik debitur (yang berhutang), miliknyalah keuntungan dan tanggung jawabnya pula kerugian.”

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggadaian merupakan salah satu praktik riba yang telah mengalami modifikasi.

#1.3 Jual Beli Kredit

Untuk memahami praktik riba pada Jual Beli Kredit, kita simak contoh berikut :

Bila pak Ahmad hendak membeli motor dengan pembayaran dicicil/kredit, maka ia dapat mendatangi salah satu showrom motor yang melayani penjualan dengan cara kredit. Setelah ia memilih motor yang diinginkan, dan menentukan pilihan masa pengkreditan, ia akan diminta mengisi formulir serta manandatanganinya, dan biasanya dengan menyertakan barang jaminan, serta uang muka.([2]) Bila harga motor tersebut dangan pembayaran tunai, adalah Rp 10.000.000,-, maka ketika pembeliannya dengan cara kredit, harganya Rp 12.000.000,- atau lebih.

Setelah akad jual-beli ini selesai ditanda tangani dan pembelipun telah membawa pulang motor yang ia beli, maka pembeli tersebut berkewajiban untuk menyetorkan uang cicilan motornya itu ke bank atau ke PT perkreditan, dan bukan ke showrom tempat ia mengadakan transkasi dan menerima motor yang ia beli tersebut.

Praktek serupa juga dapat kita saksikan pada perkreditan rumah, atau lainnya.

Keberadaan dan peranan pihak ketiga ini menimbulkan pertanyaan di benak kita: mengapa pak Ahmad harus membayarkan cicilannya ke bank atau PT perkreditan, bukan ke showrom tempat ia bertransaksi dan menerima motornya?

Jawabannya sederhana : karena Bank atau PT Perkreditannya telah mengadakan kesepakatan bisnis dengan pihak showrom, yang intiny a: bila ada pembeli dengan cara kredit, maka pihak bank berkewajiban membayarkan harga motor tersebut dengan pembayaran kontan, dengan konsekwensi pembeli tersebut dengan otomatis menjadi nasabah bank, sehingga bank berhak menerima cicilannya.

Dengan demikian, seusai pembeli menandatangani formulir pembelian, pihak showrom langsung mendapatkan haknya, yaitu berupa pembayaran tunai dari bank. Sedangkan pembeli secara otomatis telah menjadi nasabah bank terkait.

Praktek semacam ini dalam ilmu fiqih disebut dengan hawalah, yaitu memindahkan piutang kepada pihak ketiga dengan ketentuan tertentu.

Pada dasarnya, akad hawalah dibenarkan dalam syari’at, akan tetapi permasalahannya menjadi lain, tatkala hawalah digabungkan dengan akad jual-beli dalam satu transaksi. Inilah yang akhir mengakibatkan transaksi ini mengandung praktik riba.

Dengan penjelasan ini, dapat kita simpulkan bahwa pembelian rumah atau kendaraan dengan melalui perkreditan yang biasa terjadi di masyarakat adalah terlarang karena merupakan salah satu bentuk perniagaan riba.

Penjelasan lebih detil tentang hukum jual beli kredit , Anda bisa membacanya di sini .

#1.4 Kartu Kredit

Hampir setiap orang di dunia ini kenal dengan kartu kredit. Kartu kredit merupakan salah satu alat transaksi jual beli. Apabila Anda menggunakan kartu ini, Anda akan mendapatkan pinjaman uang kepada pihak penerbit kartu kredit. Setiap bulannya atau dalam tempo waktu tertentu sesuai kesepakatan, pengguna kartu kredit wajib membayarkan tagihan kartu kredit tersebut.

Kartu Kredit

Jika Anda mengalami keterlambatan dalam melakukan pembayaran tagihan kartu kredit, maka Anda akan mendapatkan penalty atau denda. Penalty atau denda ini termasuk praktik riba. Selain itu, ketika Anda sudah menyetujui persyaratan penerbitan kartu kredit seperti ini, berarti Anda juga telah berdosa.

Sebagai solusi, Anda dapat menggunakan kartu debet. Kartu debet akan menyewa jasa transfer atas tagihan Anda. Apabila Anda menggunakan kartu debet, maka pihak penerbit kartu debet akan memotong jumlah tagihan pada dana yang tersedia di dalam tabungan Anda.

2. Contoh Riba Bai ( dalam Jual Beli )

#2.1 Murabahah Emas

Murabahah emas adalah salah satu bentuk jual beli emas dengan cara tidak tunai. Misal seseorang datang ke salah satu bank syariah bermaksud membeli emas batangan seberat X dengan membayar DP.

Di sini jelas bahwa transaksi tidak tunai. Walaupun DSN ( Dewan Syariah Nasional ) membolehkan hal ini, tapi menurut analisa DR Erwandi Tarmizi MA pada bukunya Halal Haram Muamalah Kontemporer, hal ini mengandung riba dengan dalil-dalil yang lebih kuat.

#2.2 Cek ( Cheque )

Cek agar tidak terjadi Riba harus memenuhi 2 syarat berikut :

a. Nilainya harus sama. Maka tidak boleh mencairkan cek senilai 1 juta rupiah menjadi uang tunai 990 ribu rupiah.

b. Serah terima harus tunai. Yaitu proses penyerahan cek dan penerimaan uang harus berlangsung tunai dalam satu majelis dan tidak boleh cek diserahkan saat ini, kemudian uang diterima esok hari.

Jika salah satu dari persyaratan di atas tidak terpenuhi maka transaksinya termasuk riba ba’i.

Cara Menghindari Riba

Sebagai umat muslim, menghindari riba merupakan suatu kewajiban. Berikut adalah beberapa cara untuk menghindari riba :

  1. Memahami bahaya riba. Mengetahui bahwa riba adalah perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT dan dapat menimbulkan bahaya bagi kesejahteraan hidup, termasuk siksaan yang pedih di akhirat.
  2. Memindahkan tabungan dan kredit ke bank syariah. Bank syariah adalah lembaga keuangan yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam, sehingga kegiatan riba dihindari. Anda dapat memindahkan tabungan dan kredit ke bank syariah yang telah memperoleh fatwa dari DSN (Dewan Syariah Nasional).
  3. Selalu bersyukur. Dengan bersyukur atas apa yang telah dimiliki, Anda akan menghindari keinginan untuk hidup mewah dan konsumtif dengan berhutang atau melakukan riba.
  4. Berusaha hidup hemat dan bijaksana dalam pengeluaran. Mengurangi pengeluaran yang tidak perlu dan bijaksana dalam memilih produk atau layanan yang memerlukan pinjaman atau kredit.

Dengan menghindari riba, kita dapat menjaga keuangan dan hidup dengan tenang serta berkah dari Allah SWT.

Hukum Arisan Dalam Islam

Arisan termasuk urusan muamalat manusia, dan kaidahnya “Asal dalam muamalah adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya”. Bahkan, arisan merupakan salah satu bentuk sosial yang dapat membantu untuk memenuhi kebutuhan sesama.

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Arisan hukumnya adalah boleh, tidak terlarang. Barangsiapa mengira bahwa arisan termasuk kategori “memberikan pinjaman dengan mengambil manfaat” maka anggapan tersebut adalah keliru, sebab semua anggota arisan akan mendapatkan bagiannya sesuai dengan gilirannya masing-masing”. (Syarh Riyadhus Shalihin, 1:838)

Ringkasnya, arisan hukumnya boleh bahkan memiliki manfaat. Namun perlu diingatkan bahwa dalam acara arisan hendaknya diisi dengan sesuatu yang bermanfaat seperti pengajian, nasihat atau hal-hal yang bermanfaat, minimal adalah perkara-perkara yang mubah, janganlah mengisi acara arisan dengan hal-hal yang haram seperti yang banyak terjadi, seperti: ghibah, mendengar nyanyian, senda gurau yang berlebihan dan lain sebagainya. (https://konsultasisyariah.com)

Prof.DR. Abdullah ali Jibrin setelah meneliti dan menjelaskan, “Belum nampak bagiku adanya faktor yang menyebabkan terlarangnya arisan yang bersyarat seperti ini. Tidak ada dalil kuat yang dapat dijadikan sandaran dalam mengharamkannya. Hukum asal dalam mu’amalat itu halal. Arisan ini memiliki manfaat untuk semua pesertanya tanpa menimbulkan madharat pada salah satu dari mereka. (Jum’iyah al-Muwadzaffin, hlm 53)

Demikian contoh-contoh riba dalam kehidupan sehari-hari. Bagi Anda yang ingin membeli rumah syariah hendaknya membaca artikel kami tentang Tips Memilih Developer Syariah dan Referensi KPR Syariah Tanpa Riba .

Semoga bermanfa’at.